Breaking News
Loading...
Friday 13 November 2015

Ayo Budayakan Riset untuk #KudusMembangun

07:53



“There is no logic that can be superimposed on the city; people make it and it is to them, not buildings, that we must fit our plans” –Prof. Jane Jacobs


Eh, kabar terbaru, sedang dibangun taman baru di jantung kota ya? Prok-prok! Selamat untuk Kudus yang semakin dekoratif! *nyanyi hymne guru #nahlho



Pembangunan-pembangunan semacam itu, keputusannya tentu bukan asal ‘dor’ kan. Pasti idenya tergulir dari orasi-orasi ilmiah, melewati diskusi panjang semalaman, digodog dulu dengan menyesuaikan lokasi target, dan semua itu backlink-nya adalah riset.


Riset adalah leluhur pembangunan.



Iseng saja saya tanya Google kota mana yang paling kaya budayanya. Yang keluar pasti sudah bisa ditebak: Solo, Jogja, Bandung, Madura. Iseng lagi saya ketik kota mana yang sudah berbasis teknologi. Keluarnya: Jakarta, Pekalongan. Iseng lagi, kota mana yang paling aman: Semarang, Solo, Bandung, Jogja. Eh, dari tadi Kudus nggak nyangkut ya?


Terakhir saya tanya apa yang menjadikan kota-kota tersebut bisa masuk list berulang kali. Ternyata jawabnya: Riset. Yap! Kota-kota tersebut dibangun berdasarkan hasil olah-banding dengan kota-kota maju di tempat lain. Mulai dari perencanaan ruang (spatial planning), pengelolaan kota (urban management), hingga saat ini muncul konsep smart city yang memanfaatkan ICT (information and communication technology). Wah-wah, Kudus sudah di kilometer berapa nih?




Setelah dipikir-pikir ternyata wajar saja. Jika ingin membuat cerita yang kuat, seorang penulis harus melakukan riset dulu tentang tema yang akan diangkat. Jika ingin membuat gambar yang deep-feeling, seorang pelukis harus melakukan riset dulu untuk menemukan detil yang pas. Begitu juga dengan ketika sebuah kota ingin maju, harus ada riset dulu…


Kebutuhan riset ini bukan hanya untuk memenuhi hajat ‘dandan’ berayu diri. Tapi juga untuk menyeimbangkan proporsi jumlah penduduk belasan tahun ke depan. Bayangkan ketika pertumbuhan penduduk bertambah sementara luas wilayah Kudus tidak bertambah. Tentu akan menimbulkan masalah infrastruktur, air bersih, transportasi, dan keterbatasan sumber energi. Jika sudah demikian, tentu akan berimbas pada masalah-masalah lainnya dan memunculkan efek domino seperti kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, slum area (kekumuhan). Riset bisa memperkecil efek itu, bila pembangunan datang tepat waktu.


Saya yakin ada tim riset di Kudus meskipun saya tidak tahu (emang lo siapa -_-). Semenjak beberapa tahun terakhir telah nampak banyak produk dari riset itu sendiri. Yang paling anget adalah pembuatan taman di alun-alun simpang tujuh. Ide ini sempat menuai komentar negatif, tetapi sebagai warga yang percaya pada pemkab, saya yakin hal ini sudah dibicarakan matang-matang dengan riset yang nggak main-main pula.


Riset tak melulu soal infrastruktur



Selain fisik, ada banyak hal lainnya lho di Kudus yang perlu diruwat. Pendidikan, kesehatan, dan yang selama ini mendapat porsi riset sangat minim: Budaya. Seperti yang saya singgung di atas, Kudus belum dilihat sebagai kota kaya budaya. Padahal siapa sih yang hafal jumlah budaya di Kudus?


Dilihat dari luas wilayah yang kecil, Kudus padat budaya. Nyaris di tiap sudut, Kudus memiliki nilai historis yang beberapa kemudian tumbuh sebagai budaya. Namun beberapa lainnya mulai dilupakan. Misal saja, Masjid Bubrah. Seharusnya bangunan tersebut masuk menjadi benda cagar budaya yang dilindungi, tetapi seperti yang kita lihat sekarang pemugarannya masih setengah-setengah.



Begitupun dengan produk-produk budaya lainnya. Kuliner misalnya, wedang pejuh masih jarang ditemui. Padahal itu juga asli Kudus. (saya saja baru denger sekarang #plak)


Banyak juga hal-hal lain yang saya bahkan lupa (wks!). Semua itu butuh diriset, kemudian dipugar apa yang semestinya dipugar. Dikembangkan apa yang semestinya dikembangkan. Agar dunia luar tahu ada kota yang layak masuk kategori kaya budaya.


Dalam hal ini, pemkab juga bisa menggandeng tim riset perguruan tinggi di Kudus. Lumayan banyak kan, ada STAIN Kudus, Universitas Muria Kudus, STIKES Cendekia Utama, STIKES Muhammadiyah, dan Akbid Mardirahayu. Seiring perkembangan zaman, permasalahan kota akan semakin merebak. Lembaga-lembaga perguruan tinggi tersebut sesuai disiplin ilmu maupun secara interdisiplin ilmunya bisa diharapkan sumbangan risetnya untuk menjawab tantangan zaman maupun mengembangkan keutuhan Kudus kota maju dan berbudaya.


Yuk budayakan riset






Selain tim riset resmi, kamu para sedulur bisa kok memanfaatkan teknologi dengan membuat riset pribadi. Misalnya setelah jalan-jalan ke luar kota, lalu memberi masukan seandainya Kudus dibangun museum budaya keren dong. Atau habis jalan-jalan ke Jepang, kemudian terbersit, seandainya Kudus mempunyai jalan khusus pejalan kaki dan sepeda dengan pohon di kanan-kiri seperti ini pasti indah. Anggap saja itu bukti kamu bersedia sukarela menjadi wadah pemikir (think thank) pemerintah.


Riset tersebut bisa diposting di sosmed. Misalnya kompasiana, kaskus, atau forum apapun yang memancing diskusi. Itu bakal terlihat bagus untuk pertumbuhan kota kita. Dengan kondisi Kudus yang selalu dipandang sebelah mata karena bukan termasuk kota besar, aktivitas riset kecil kamu bisa menyumbang masa depan Kudus yang lebih menjanjikan.


Ide kreatif dan unik bisa muncul dari kepala yang tak terduga bukan? Nah, ayo budayakan riset untuk #KudusMembangun! :) 




0 comments :

 
Toggle Footer