Breaking News
Loading...
Saturday 24 May 2014

DAYA MAGIS NAGA DALAM AGAMA KHONGHUCU oleh Shoma Noor Fadlillah

03:18


A.    Pendahuluan
Toleransi menuntut kita untuk terbuka dalam segalanya. Salah satunya dalam hal memahami keyakinan lain selain yang kita miliki. Seperti yang kita tahu, ada 5 agama resmi di Indonesia. Islam, Kristen, Buddha, Hindhu, dan Khonghucu. Meskipun ada banyak agama lain yang tidak termasuk, namun dalam perkembangannya terlihat sah-sah saja. Dari kelima agama tersebut, pemakalah menyoroti satu agama yang terlihat nyantai dan tidak begitu banyak dipermasalahkan. Khonghucu adalah agama yang cepat berkembang. Klenteng sekarang telah berdiri dimana-mana. Parade Imlek yang tumpah-ruah di jalanan diikuti oleh siapa saja. Super market pun ikutan bahagia dengan mendekor ruangannya menjadi taman lampion yang menakjubkan.
Dibalik semua kelaziman tersebut, pemakalah mengambil satu poin unik yang sebenarnya dapat dilihat dari sisi mana saja. Naga, hewan sakral yang menjadi simbol Khonghucu terlihat sangat ajaib, bahkan ketika sampai saat ini, jenis hewan ini tidak pernah terdaftar dalam list fauna. Pasalnya, hewan ini adalah hewan dewa, hewan supranatural yang menjadi keyakinan dalam  Agama Khonghucu. Melihat fakta ini, pemakalah menjadi tertarik untuk membahasnya dalam makalah ini.

B.    Rumusan Masalah
1.      Apa itu Agama Khonghucu?
2.      Bagaimana daya magis naga dalam Agama Khonghucu?
3.      Bagaimana makna simbolik naga dalam Tari Naga (Liang-Liong)?

C.    Pembahasan
1.      Agama Khonghucu
Khonghucu adalah nama seorang filsuf yang mengajarkan agama Konfusianis. Untuk mengaburkan maknanya maka dipilih kata “Khonghucu”. Konfusianisme muncul dalam bentuk agama di beberapa negara seperti Korea, Jepang, Taiwan, Hong Kong dan RRC. Dalam bahasa Tionghoa, Agama Khonghucu seringkali disebut sebagai Kongjiao (孔教) atau Rujiao (儒教).
Di zaman Orde Baru, pemerintahan Soeharto melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaaan dan tradisi Tionghoa di Indonesia. Ini menyebabkan banyak pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk salah satu dari 5 agama yang diakui. Untuk menghindari permasalahan politis (dituduh sebagai atheis dan komunis), pemeluk kepercayaan tadi kemudian diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk agama Kristen atau Buddha. Klenteng yang merupakan tempat ibadah kepercayaan tradisional Tionghoa juga terpaksa mengubah nama dan menaungkan diri menjadi vihara yang merupakan tempat ibadah agama Buddha.
Seusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa mulai mendapatkan kembali pengakuan atas identitas mereka sejak UU No 1/Pn.Ps/1965 yang menyatakan bahwa agama-agama yang banyak pemeluknya di Indonesia antara lain Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.
Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao (儒教) yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang beliau sabdakan: "Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa Khonghucu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia. Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar dan utuh tentang Ru Jiao atau Agama Khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam Agama Khonghucu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan oleh para penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".
Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551 SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Ia meninggal dunia pada tahun 479 SM.
Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar bagaimana manusia bertingkah laku.
Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disermbah, yang dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral.
Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya Mengzi ke seluruh Tiongkok dengan beberapa perubahan. Kong Hu Cu disembah sebagai seorang dewa dan falsafahnya menjadi agama baru, meskipun dia sebenarnya adalah manusia biasa. Pengagungan yang luar biasa akan Kong Hu Cu telah mengubah falsafahnya menjadi sebuah agama dengan diadakannya perayaan-perayaan tertentu untuk mengenang Kong Hu Cu.
a.       Falsafah Dasar
1)      Tian
Tian adalah Maha Pencipta alam semesta. Manusia tidak dapat memahami hakikat sejati Tian sehingga Ia dilambangkan dengan ciri-ciri berikut:
Yuan : yang selalu hadir.
Heng : yang selalu berhasil.
Li  : yang selalu membawa berkah.
Zhen : yang selalu adil, tidak membeda-bedakan.
2)      Xing
Xing adalah jati diri manusia, kodrat, yaitu perwujudan firman Tian (Tian Ming) dalam diri manusia. Xing menghubungkan Tian dengan segala ciptaannya. Manusia sulit mengenali xingnya karena tertutup oleh emosi, napsu; maka manusia harus dibimbing dengan pedoman etika. Meskipun xing setiap manusia berbeda-beda, tetapi memiliki satu persamaan yaitu Ren (perikemanusiaan).
3)      Ren
Ren atau perikemanusiaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Zhong (setia) dan Shu (solidaritas).
Zhong merupakan kependekan dari istilah zhong yi Tian (lit. setia kepada Tuhan), yaitu berserah diri ,lahir dan batin kepada Tuhan.
Shu merupakan kependekan dari istilah shu yi ren (solider kepada sesama manusia atau "cinta kasih sejati". Terdapat dua istilah yang menerangkan arti Shu lebih lanjut. Ji shuo bu yi wu shi yi ren, yaitu "apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan dilakukan terhadap orang lain". (Lunyu) dan Ji yi li er li ren, ji yi da er da ren, yaitu "kalau ingin tegak, buatlah orang lain juga tegak; jika ingin maju, buatlah orang lain juga maju".
b.      Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui)
1)      Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
2)      Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
3)      Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
4)      Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
5)      Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
6)      Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
7)      Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
8)      Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)
c.       Lima Sifat Kekekalan (Wu Chang):
1)      Ren - Cinta Kasih
yaitu sifat mulia pribadi seseorang terhadap moralitas, cinta kasih, kebajikan, kebenaran, tahu-diri, halus budi pekerti, tanggang rasa, perikemanusiaan. Ini merupakan sifat manusia yang paling mulia dan luhur.
2)      Yi - Kebenaran/ Keadilan/ Kewajiban
yaitu sifat mulia pribadi seseorang dalam solidaritas serta senantiasa membela kebenaran. Bila Ren sudah ditegakkan, maka Yi harus menyertai.
3)      Li - Kesusilaan/ Kepantasan
yaitu sifat mulia pribadi seseorang yang bersusila, sopan santun, tata krama, dan budi pekerti. Semula Li hanya dikaitkan dengan perilaku yang benara dalam upacara keagamaan, tetapi selanjutnya diperluas hingga ke adat-istiadat dan tradisi dalam masyarakat.
4)      Zhi - Bijaksana
yaitu sifat mulia pribadi seseorang yang arif bijaksana dan penuh pengertian. Kong Hu Cu merangkaikan munculnya kebijaksanaan seseorang dengan selalu sabar dalam mengambil tindakan, penuh persiapan, melihat jauh ke depan, serta memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi.
5)      Xin - Dapat dipercaya
yaitu sifat pribadi seseorang yang selalu percaya diri, dapat dipercaya orang lain, dan senantiasa menetapti janji.


d.      Lima Etika (Wu Lun)
Lima hubungan norma etika dalam bermasyarakat merupakan bentuk dasar interaksi manusia. Dengan menjalani kehidupan yang sesuai dengan asas Wu Lun, seseorang akan menikmati keselarasan dalam kepribadiannya maupun dalam hubungannya dengan masyarakat.
   Hubungan antara Pimpinan dan Bawahan
   Hubungan antara Suami dan Isteri
   Hubungan antara Orang tua dan anak
   Hubungan antara Kakak dan Adik
   Hubungan antara Kawan dan Sahabat
e.       Delapan Kebajikan (Ba De)
1)      Xiao - Laku Bakti; yaitu berbakti kepada orangtua, leluhur, dan guru.
2)      Ti - Rendah Hati; yaitu sikap kasih sayang antar saudara, yang lebih muda menghormati yang tua dan yang tua membimbing yang muda.
3)      Zhong - Setia; yaitu kesetiaan terhadap atasan, teman, kerabat, dan negara.
4)      Xin - Dapat Dipercaya
5)      Li - Susila; yaitu sopan santun dan bersusila.
6)      Yi - Bijaksana; yaitu berpegang teguh pada kebenaran.
7)      Lian - Suci Hati; yaitu sifat hidup yang sederhana, selalu menjaga kesucian, dan tidak menyeleweng/ menyimpang.
8)      Chi - Tahu Malu; yaitu sikap mawas diri dan malu jika melanggar etika dan budi pekerti.
f.       Kitab suci
                         i.          Wu Jing ( ) (Kitab Suci yang Lima) yang terdiri atas:
1.  Kitab Sanjak Suci 詩經 Shi Jing
2.  Kitab Dokumen Sejarah 書經 Shu Jing
3.  Kitab Wahyu Perubahan 易經 Yi Jing
4.  Kitab Suci Kesusilaan 禮經 Li Jing
5.  Kitab Chun-qiu 春秋經 Chunqiu Jing
                       ii.          Si Shu (Kitab Yang Empat) yang terdiri atas:
1.       Kitab Ajaran Besar - 大學 Da Xue
2.       Kitab Tengah Sempurna - 中庸 Zhong Yong
3.       Kitab Sabda Suci - 論語 Lun Yu
4.       Kitab Mengzi - 孟子 Meng Zi[1]

2.      Daya Magis Naga dalam Agama Khonghucu
Simbol naga adalah simbol kekuatan di tiang vihara sembayang dewa langit untuk pengusir kekuatan jahat. Naga atau liong merupakan mahluk sakral dalam Agama Khonghucu. Bersama barongsai (qilin), naga mempunyai makna dan simbol penting ketika Nabi Khonghucu lahir. Naga adalah simbol sebagai binatang yang paling kuat. Untuk itulah naga selalu ada pada setiap tiang klenteng, terutama pada tiang tempat sembahyang Dewa Langit. Di setiap kelenteng biasanya selalu ada patung naga di depan pintu gerbang. Di rumah-rumah warga Tionghoa juga banyak tersimpan. Fungsinya mengusir roh jahat.
Sementara gambar naga juga selalu ada pada tiang utama di kelenteng, digambarkan seperti melilit tiang tersebut. Karena diyakni liong sebagai mahluk penjaga, pada arsitektur rumah Tiongkok biasanya dijumpai desain kepala naga yang digunakan untuk model ketokan pintu rumah berbentuk seperti kepala naga yang menggigit gelang, biasanya berada di depan gerbang-gerbang dan berjumlah sembilan. Naga juga merupakan simbol kekuasaan kekaisaran. Tubuh kaisar disebut tubuh naga. Sedangkan mukanya disebut wajah naga. Ia memakai jubah naga, duduk di atas kursi naga, dan tidur di atas ranjang naga. Keturunannya disebut keturunan naga.
Menurut budaya Chinese simbol naga adalah lambang keabadian, pelindung, memberikan rezeki, kekuatan,kesuburan, dan juga air berserta element lainnya. Karena kepentingannya maka simbol ini lebih banyak di temukan di orang-orang penting / pemerintah / kaisar pada waktu itu dan juga ada perbedaan kakinya / jari-jari semakin banyak jari-jari kaki naga maka semakin tinggi pangkatnya orang itu. [2]
Di dalam mitologi Cina, naga memiliki kaitan yang sangat erat dengan angka "9". Misalnya, Naga Cina sesungguhnya memiliki 9 karakteristik yang merupakan kombinasi dari makhluk-makhluk lainnya.
a.       Ia memiliki kepala seperti unta
b.      Sisiknya seperti ikan
c.       Tanduknya seperti rusa
d.      Matanya seperti siluman
e.       Telinganya seperti lembu
f.       Lehernya seperti ular
g.      Perutnya seperti tiram
h.      Telapak kakinya seperti harimau
i.        Dan Cakarnya seperti rajawali.
Selain 9 karakteristik itu, naga di dalam mitologi Cina disebut memiliki 9 orang anak yang juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ia juga memiliki 117 sisik. 81 diantaranya memiliki karakter Yang (Positif) dan 36 lainnya memiliki karakter Yin (Negatif).
Pada umumnya, naga Cina memiliki tiga atau empat cakar di masing-masing kaki. Namun kerajaan Cina menggunakan lambang naga dengan lima cakar untuk menunjukkan kalau sang Kaisar bukan naga biasa. Lambang ini kemudian menjadi lambang ekslusif yang hanya boleh digunakan oleh sang kaisar. Siapapun yang berani menggunakan lambang naga dengan 5 cakar akan segera dihukum mati.
Dalam literatur Cina, paling tidak ditemukan lebih dari 100 nama naga yang berbeda-beda. Namun, untuk mudahnya, Naga Cina biasanya hanya digolongkan ke dalam empat jenis, yaitu:
a.     Tien Lung atau Naga Langit yang bertugas menjaga istana para dewa.
b.     Shen Lung atau Naga Spiritual yang berkuasa atas angin dan hujan
c.     Ti Lung atau Naga Bumi yang berkuasa atas air di permukaan bumi
d.    Fucang Lung atau Naga dunia bawah bumi yang bertugas menjaga harta karun yang ada di dalamnya.[3]
Dari sini dapat dipahami bahwa naga disakralkan dalam rbentuk patung yang sengaja dipasang di tiang-tiang klenteng, rumah, dan bahkan menjadi ikon hiburan dalam parade imlek. Mereka percaya bahwa naga mempunyai daya magis untuk melindungi dari roh-roh jahat.

3.      Makna Simbolik Naga dalam Tari Naga (Liang-Liong)
Tari Naga (karakter sederhana: ; karakter tradisional: 舞龍; pinyin: wǔ lóng) atau disebut juga Liang Liong di Indonesia adalah suatu pertunjukan dan tarian tradisional dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa. Seperti juga Tari Singa atau Barongsai, tarian ini sering tampil pada waktu perayaan-perayaan tertentu. Orang Tionghoa sering menggunakan istilah 'Keturunan Naga'(龍的傳人 atau 龙的传人, lóng de chuán rén) sebagai suatu simbol identitas etnis.
Dalam tarian ini, satu regu orang Tionghoa memainkan naga-nagaan yang diusung dengan belasan tongkat. Penari terdepan mengangkat, menganggukkan, menyorongkan dan mengibas-kibaskan kepala naga-nagaan tersebut yang merupakan bagian dari gerakan tarian yang diarahkan oleh salah seorang penari. Terkadang bahkan kepala naga ini bisa mengeluarkan asap dengan menggunakan peralatan pyrotechnic.
Para penari menirukan gerakan-gerakan makhluk naga ini, berkelok-kelok dan berombak-ombak. Gerakan-gerakan ini secara tradisional melambangkan peranan historis dari naga yang menunjukkan kekuatan yang luar biasa dan martabat yang tinggi. Tari naga merupakan salah satu puncak acara dari perayaan Imlek di pecinan-pecinan di seluruh dunia.
Naga dipercaya bisa membawa keberuntungan untuk masyarakat karena kekuatan, martabat, kesuburan, kebijaksanaan dan keberuntungan yang dimilikinya. Penampilan naga terlihat menakutkan dan gagah berani, namun ia tetap memiliki watak yang penuh kebajikan. Hal-hal inilah yang pada akhirnya menjadikannya lambang lencana untuk mewakili kekuasaan kekaisaran.
Dalam sejarahnya, Tari Naga ini berasal dari zaman Dinasti Han (tahun 180-230 SM) dan dimulai oleh orang-orang Tionghoa yang memiliki kepercayaan dan rasa hormat yang besar terhadap naga. Dipercaya bahwa pada mulanya tarian ini adalah bagian dari kebudayaan pertanian dan masa panen, disamping juga sebagai salah satu metode untuk menyembuhkan dan menghindari penyakit. Tarian ini sudah menjadi acara populer di zaman Dinasti Sung (960-1279 M) dimana acara ini telah menjadi sebuah kebudayaan rakyat dan, seperti barongsai, sering tampil di perayaan-perayaan yang meriah.
Sejak semula naga-nagaan dalam Tari Naga ini dibuat dengan menggabungkan gambaran-gambaran dari berbagai hewan yang lumrah ditemui. Kemudian naga kaum Tionghoa ini berkembang menjadi sebuah makhluk dunia dongeng yang dipuja dalam kebudayaan Tionghoa. Bentuk fisiknya merupakan gabungan dari bagian fisik berbagai hewan, diantaranya tanduk dari rusa jantan, telinga dari banteng, mata dari kelinci, cakar dari harimau dan sisik dari ikan, semuanya melengkapi tubuhnya yang mirip dengan tubuh ular raksasa. Dengan ciri-ciri ini, naga dipercaya sebagai makhluk amfibi dengan kemampuan untuk bergerak di tanah, terbang di udara dan berenang di laut  memberikan mereka peranan sebagai penguasa langit dan hujan.
Para kaisar di Cina kuno menganggap diri mereka sendiri sebagai naga. Oleh karenanya naga dijadikan lambang dari kekuasaan kekaisaran. Ia melambangkan kekuatan magis, kebaikan, kesuburan, kewaspadaan dan harga diri. Tari Naga saat ini adalah sebuah karya penting dalam kebudayaan dan tradisi Tionghoa. Tarian ini telah tersebar di seluruh Cina dan seluruh dunia. Karya ini menjadi sebuah pertunjukan seni khusus Tionghoa, melambangkan kedatangan keberuntungan dan kemakmuran dalam tahun yang akan datang bagi semua manusia di bumi.
Berdasarkan catatan sejarah, berlatih seni ilmu bela diri Cina sangatlah populer dalam periode Chun Chiu. Di waktu-waktu kosong, Tari Naga ini juga diajarkan kepada para pelajar ilmu bela diri untuk menambah semangat. Di zaman Dinasti Ching, kelompok Tari Naga dari propinsi Foochow pernah diundang untuk tampil di istana kaisar di Beijing. Kaisar Ching memuji dan kagum akan keterampilan mereka, sehingga langsung memberikan ketenaran yang luar biasa bagi kelompok Tari Naga ini.[4]

D.    Kesimpulan
1.          Agama Khonghucu adalah agama yang dibawa orang Tionghoa e dalam Indonesia
2.          Daya Magis naga berupa perlindungan dari roh-roh jahat.
3.          Makna simbolik Tari Naga (Liang-Liong) adalah untuk menunjukkan kekuatan dan perlindungan naga kepada umat Khonghucu.

E.    Referensi
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Khonghucu
http://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Naga
http://prabencanadajjal.blogspot.com/2013/09/naga-adalah-simbol-agama-non-muslim.html
http://xfile-enigma.blogspot.com/2010/09/legenda-naga-cina-dan-penampakannya-di.html


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Khonghucu
[2] http://prabencanadajjal.blogspot.com/2013/09/naga-adalah-simbol-agama-non-muslim.html
[3] http://xfile-enigma.blogspot.com/2010/09/legenda-naga-cina-dan-penampakannya-di.html
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Naga

0 comments :

 
Toggle Footer